Keluh Kesah Petani Gunungkidul Yang Terancam Gagal Panen

Pertanian(lainsisi.com)--Anomali cuaca yang saat ini sedang terjadi akhirnya berdampak luas di masyarakat petani. Hujan yang dinanti tak kunjung turun, seiring kering dan matinya tunas-tunas benih yang sudah terlanjur ditanam. Ladang pertanian tadah hujan yang menjadi penopang kehidupan warga desa tampak kering kerontang. Jika ada tunas tanaman yang tumbuh, keadaannya sangat memprihatinkan. Daunnya 'nglinthing' dan berwarna coklat kehitaman.
Keadaan ini sangat dirasakan oleh para petani di Kabupaten Gunungkidul, terutama bagian tengah dan selatan. Hujan memang sudah pernah turun, tapi intensitasnya rendah dan tidak merata. Musim yang tidak menentu ini akhirnya membuat petani bingung. Mereka yang sudah terlanjur menebar benih akhirnya hanya pasrah. Bahkan beberapa sudah menyulam tanaman sampai dua atau tiga kali. Otomatis, modal yang harus dipertaruhkan akhirnya menjadi berlipat.
"Pangapunten mas, niki kahanane ajeng pripun. Kula nanem kacang, jagung kalih pantun pun telas modal setunggal yuta langkung. Sakmenika sampun mati sedaya (tidak tahu mas, ini keadaane akan seperti apa. Saya menanam kacang, jagung dan padi sudah habis modal satu juta lebih. Sekarang sudah mati semua)", begitu kata Mbah Darmo (71), petani warga Padukuhan Singkil, Kalurahan Giring, Kapanewon Paliyan, Gunungkidul.
Mbah Darmo tidak sendiri, ratusan bahkan sebagian besar petani di Gunungkidul harus menghadapi kenyataan yang sama. Mundurnya musim hujan dan curah hujan rendah serta tidak merata di Gunungkidul membuat mereka akhirnya hanya bisa pasrah.
"Nek cara riyin, kahanane pun kaya ajeng jaman gaber (kalau dulu, keadaan seperti ini sudah seperti akan jaman gaber)", kata Mbah Darmo lirih.
Ia kemudian sedikit bercerita tentang 'jaman gaber' yang pernah dilaluinya. Sebuah keadaan 'larang pangan' (krisis pangan) yang melanda Gunungkidul kisaran tahun 1963. Menurutnya, keadaan tidak hujan seperti ini juga terjadi pada saat menjelang 'jaman gaber'. Selain kekeringan, hama tikus juga menyerang secara luar biasa, sehingga petani mengalami gagal panen.
Harta benda milik warga yang tidak memiliki cadangan pangan akhirnya banyak dijual untuk makan sekeluarga. Hewan ternak, rumah, bahkan perkakas dapur, serta bagian-bagian rumah seperti pintu, 'gebyok' (dinding kayu), lemari, kursi, meja banyak yang berpindah tangan untuk ditukar dengan beras, gaplek, ubi atau makanan yang lain.
"Pas 'jaman gaber', tiyang sepuh kula telas limasan kalih kagem ngingoni anak-anake (saat jaman gaber, orang tua saya habis dua rumah limasan untuk memberi makan anak-anaknya)," begitu cerita Mbah Darmo.
Untuk saat ini, Mbah Darmo mengaku akan menunggu dulu perkembangan keadaan. Ia sudah tak berani untuk kembali berspekulasi di ladang miliknya.
"Nengga jawah riyin, modale sampun telas (menunggu hujan dulu, modalnya sudah habis)," ucapnya.
Hal yang sama disampaikan oleh Teguh (60), petani warga Padukuhan Kepek, Kalurahan Banyusoca, Kapanewon Playen. Teguh mengaku telah menghabiskan 6 label (bungkus) benih jagung hibrida untuk tanah kehutanan yang ia garap.
"Mati sedaya mas...,(mati semua mas..)," begitu katanya.
Untuk menyulam kembali, Teguh mengaku masih pikir-pikir, karena harga benih jagung yang mahal. Satu bungkus menurutnya ia beli dengan harga 100 ribu rupiah. Jika dikalikan 6 maka sudah 600 ribu rupiah, ini belum termasuk pupuk dan tenaga jika harus membayar orang yang membantunya saat menanam.
"Enam label masih bisa dikatakan sedikit, tetangga saya yang garapannya luas bisa habis 10 sampai 20 label. Itu juga sudah banyak yang menyulam dan akhirnya mati juga. Tinggal hitung itu modalnya berapa," begitu cerita Teguh.
Wilayah Padukuhan Kepek memang dekat dengan wilayah kehutanan. Warga diperbolehkan untuk ikut menggarap lahan kehutanan dengan ditanami 'palawija', dengan syarat ikut menjaga tanaman kayu putih milik Perhutani.
Senada dengan Mbah Darmo, Teguh mengaku masih akan menunggu situasi berubah. Ia tidak berani berspekulasi modal kembali ditengah keadaan yang belum menentu.
"Kami berharap pemerintah peduli dengan keadaan para petani. Bagiamana langkahnya nanti, yang jelas banyak petani yang gagal tanam. Semoga hujan juga segera normal kembali," harap Teguh.
Rudi (35), petani warga Padukuhan Tanjung, Kalurahan Bleberan, Kapanewon Playen juga mengungkapkan hal senada. Disamping gagal tanam dengan modal yang terbuang, saat ini Rudi mengaku kerepotan untuk memberi pakan bagi ternak-ternaknya.
"Kami sering berombongan mencari 'damen' (jerami padi) di daerah bawah (jogja). Biasanya kami iuran untuk carter kendaraan. Ya bagaimana lagi, sapi-sapi harus diberi makan," ungkapnya.
Menurut Rudi, biasanya di akhir tahun seperti ini, kebutuhan pakan ternak sudah bisa dicukupi dengan tebon jagung hasil penjarangan di ladang miliknya. Atau, rumput kalanjana di 'galengan' (pematang) yang sudah tumbuh subur.
"Saya sudah cek langsung di lapangan. Petani memang banyak yang gagal tanam. Bahkan sudah ada yang menyulam sampai dua atau tiga kali," begitu kata Heri Susanto, Wakil Bupati Gunungkidul beberapa waktu lalu.
Heri menyebut, bahwa saat ini, sebagian besar wilayah Gunungkidul terpengaruh fenomena El Nino. Sebuah anomali cuaca yang mengakibatkan mundurnya musim penghujan. Menurut Heri, cuaca yang tidak menentu dan gagal tanam yang dialami petani memang berpotensi terjadi gagal panen. Dan ini akan berpengaruh terhadap ketahanan pangan masyarakat Gunungkidul.
Sebagai salah satu upaya membantu petani, Heri mengatakan bahwa pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah berupaya melobi Kementrian Pertanian RI.
"Alhamdulillah, Kementerian Pertanian c.q. Ditjen Tanaman Pangan, telah mengalokasikan tambahan paket benih jagung dan padi ke Gunungkidul untuk periode tanam Januari-Juni 2024 sebanyak 20.000 ha lebih," kata Heri.
Ia menegaskan, terkait penyaluran bantuan bibit ini, semua gratis bagi para petani di Gunungkidul.
"Gratis, tidak ada yang membayar, ini murni bantuan dari pemerintah pusat, Kementrian Pertanian c.q Ditjen Tanaman Pangan. Selain benih Insya Allah nanti ada paket pupuk dan pestisida dan akan menyasar seluruh petani di Gunungkidul," terangnya.
