Ragam Sinonim Kata 'Bau' Atau 'Aroma' Versi Bahasa Jawa

Edi Padmo
0
Ragam Sinonim Kata 'Bau' Atau 'Aroma' Versi Bahasa Jawa


Budaya(lainsisi.com)-Tentu kita sering menjumpai kata 'bau' atau aroma dalam perbendaharaan kalimat Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan kata bau sebagai 'apa yang bisa ditangkap oleh indera penciuman'. Contoh, wangi, busuk, apek, amis dan lain-lain.

Jika bau yang dimaksud beraroma kuat, maka biasanya ditambah kata 'menyengat'. Contoh kalimatnya, "warga yang lewat mencium bau busuk bangkai yang sangat menyengat", atau "Bau amis darah menyengat hidung".

Nah, sedikit akan bahas sinonim kata bau ini dalam perbendaharaan kalimat Bahasa Jawa. Kata 'bau' disebut sebagai 'ganda' atau 'ambu' (mambu) oleh orang desa. Menariknya, Bahasa Jawa memiliki banyak sekali varian atau sinonim untuk menyebut kata 'ganda' atau 'mambu'. Bahkan, sebutan ini langsung mengacu pada jenis sumber bau yang berbeda, tergantung dari sumber baunya.

Berikut beberapa sinonim kata Bahasa Jawa tentang jenis-jenis bau atau aroma yang sering diucapkan oleh warga pedesaan. Untuk catatan, masin-masing daerah biasanya punya perbedaan kata, meski yang dimaksud sama.

Prengus

Kata 'prengus' adalah sebutan bau khas dari aroma jenis hewan kambing jantan (bandot). Bau 'prengus' berasal dari urine atau air kencing kambing atau saat kambing jantan dekat dengan betina kemudian birahi.

Kata 'prengus' juga sering muncul untuk menyebut aroma daging kambing yang baru saja disembelih. Ini sering dikaitkan dengan keahlian tukang jagal yang menyembelih kambing tersebut. Jika belum profesional, biasanya daging kambing yang akan dimasak beraroma 'prengus'.

"Wo lha, sing mbeleh wedhus ora isa, daginge isih mambu prengus (wo lha, yang menyembelih kambing belum ahli, dagingnya masih berbau 'prengus)", begitu ucap ibu-ibu yang bertugas memasak di dapur.

Pesing

Kata 'pesing' digunakan warga desa untuk menyebut aroma kencing yang biasanya bersumber dari celana anak-anak yang masih sering mengompol. Bisa juga digunakan untuk menyebut bau orang yang sedang sakit parah sehingga sering harus mengompol di celana.

Dengan kemajuan jaman, saat ini anak-anak atau orang sakit sudah memakai popok modern (pempers) yang punya fungsi menyerap air kencing agar tidak berbau. Namun, jika setelah dipakai kemudian dibuang sembarangan, sampah dari popok modern ini sekarang menjadi komoditas sampah yang sulit terurai dan mencemari lingkungan.

"Gek adus le, kathokke ganti, ambune wis pesing ( segera mandi nak, celananya ganti, baunya sudah pesing)," begitu kata simbok.

Penguk

Kata 'penguk' biasanya digunakan oleh orang Jawa untuk menyebut beras yang disimpan terlalu lama. Biasa juga digunakan untuk menyebut aroma pakaian yang ditumpuk dalam lemari yang lembab.

Beras 'penguk' tidak lagi berwarna putih bersih, tapi sudah bercak kecoklatan dan banyak ditemukan ulat-ulat kecil. Ketika dimasak, rasa dan aromanya juga sudah berbeda. Kalau untuk pakaian, sebelum ada pewangi modern, orang desa biasa meletakkan kapur barus yang berbau khas dalam tumpukan pakaian di lemari, agar pakaian tidak 'penguk'.

"Segane ora enak, berase sing diliwet mau uwis penguk (rasa nasinya tidak enak, beras yang ditanak tadi sudah 'penguk'),".

"Klambimu ki ambune penguk ta?(bajumu baunya penguk ya?),".

Kecing

Kecing adalah kata untuk menyebut bau busuk. Ini mengacu pada sumber bau dari bangkai yang sudah membusuk. Atau juga bisa digunakan untuk menyebut bau kotoran hewan atau 'peceren' (comberan). Berbagai bahan sampah yang tercampur menjadi satu kemudian membusuk juga sering menimbulkan bau yang oleh orang desa disebut 'kecing'.

"Bathang tikus ki nangndi ya, ambune kecing tenan (bangkai tikus ini dimana ya, baunya busuk sekali),".

Prengi

Khusus sebutan yang satu ini, biasa digunakan oleh bapak-bapak untuk menyebut aroma tembakau. Orang desa biasa membawa 'slepen' atau tempat rokok 'tingwe/nglinthing dewe' (melinting sendiri). Ketika bertemu di pos ronda, mereka akan saling bertukar tembakau.

"Mbakomu ki tukon ngendi Kang, kok ambune prengi (tembakaumu ini beli dimana Kang, kok aromanya prengi),".

Arum

Memiliki arti harum atau wangi, jadi kata Arum untuk menyebutkan bau yang harum/ wangi. misalnya bau harum bunga, minyak wangi dan asap dupa.

Sedep

Kata 'sedep' biasa digunakan untuk menyebut suatu bau yang mempunyai tingkatan yang pas (medium). Jadi aroma yang tercium tidak menyengat atau dominan. Biasa digunakan untuk menyebut wangi bunga (kembang) atau aroma masakan.

"Kembang setaman iki ambune sedep (bunga setaman ini baunya sedep),".

"Masak apa Yu, kok ambune le sedep (masak apa Yu, kok aromanya sedep),".

Arus/amis

Sebutan ini biasa digunakan untuk menyebut bau anyir/amis darah. Bau darah, baik hewan atau manusia memang mempunyai aroma yang khas. Orang desa biasa menyebutnya dengan kata 'arus', mengacu pada bau darah manusia.

"Dalan nggon tilas kecelakaan wingi, ambune getih isih arus keneng banyu udan (jalan tempat kecelakaan kemarin, bau darahnya masih 'arus' terkena air hujan),".

Kecut

Kata 'kecut' oleh orang desa identik untuk menyebut aroma 'kelek' atau ketiak. Biasa juga digunakan untuk menyebut rasa masakan (sayur) yang sudah basi.

"Kelekmu ki lho, ambune kecut mendhemi uwong (ketiakmu lho, baunya 'kecut' memabukkan orang),".

Sengak

Kata 'sengak' digunakan untuk menyebut aroma cabai yang dibakar atau digoreng. Kata ini mengacu pada rasa pedas sambal yang kurang pas. Pada perkembangan jaman, kata 'sengak' juga digunakan untuk menyebut perkataan seseorang yang pedas (menyakiti, tidak enak didengar).

"Sambele ora enak, rasane sengak (sambalnya tidak enak, rasanya rasanya 'sengak'),".

"Omonganmu kui lho Yu, sengak....kaya koe ki bener-benero dewe (omonganmu itu lho Yu, sengak...seperti kamu itu yang paling benar),".

Amet/sayup

Untuk jenis kata ini, sekarang sudah sangat jarang terdengar. Kata 'amet' biasanya digunakan untuk menyebut rasa atau aroma sayur atau makanan yang sudah hampir basi.

"Jangane rasane wis amet, nek rep dipangan dinget sik (rasa sayurnya sudah 'amet' kalau mau dimakan, dipanasi dulu),".

Wengur

Kata ini mengacu pada sebutan untuk bau jenis hewan melata, atau ular berukuran besar. Pada tempat-tempat tertentu dimana ular bersarang, maka ia akan mengeluarkan bau khas yang bisa dikenali. Mungkin ini sebagai bentuk peringatan kepada manusia agar tidak mendekat ke sarangnya.

"Nggon grumbul kae, ambune wengur, genah eneng ulane gede (di gerumbul itu baunya 'wengur', jelas ada ular besarnya),".

Bacin

Ini adalah sebutan khusus untuk menyebut bau jenazah atau mayat manusia. Bau bacin dikenal sangat menyengat dan bisa membuat orang yang tidak biasa mencium aromanya akan muntah-muntah dan jatuh sakit.

Ledhis

Kata 'ledhis' identik untuk menyebut suatu bau yang thengil atau menjengkelkan. Biasa digunakan untuk menyebut bau kentut, atau anak kecil yang kumel karena jarang mandi.

Sangit

Kata 'sangit' oleh orang desa digunakan untuk menyebut bau masakan yang gosong karena api dari kayu bakar terlalu besar. Biasanya untuk menyebut nasi yang ditanak, sayur atau ketika memasak air.

"Liwete entasen, gosong, ambune sangit (nasinya diangkat, gosong, baunya sangit),".

Badeg

Kata badeg berasal dari sebutan untuk air nira yaitu bahan untuk membuat gula jawa. Air nira diperoleh dari manggar atau bunga kelapa yang disadap, berbentuk cairan yang sedikit keruh dan memiliki bau kurang sedap. Bau badeg biasanya untuk menyebut bau kecut atau asam contohnya bau minuman hasil fermenasi.


Ampo

Adalah bau atau aroma khas yang muncul saat air hujan pertama kali mengenai tanah yang kering setelah musim kemarau.

Tengik

Bau tengik biasanya untuk menyebut aroma makanan ringan atau cemilan yang sudah menjamur atau kadaluarsa. misal peyek, krupuk dll.

Berbagai sinonim kata bau atau aroma diatas, oleh orang desa sering ditambahi dengan kalimat 'mbreng-mbrengan tekan ngendi endi' (aroma yang kuat sampai kemana-mana). Kalau Bahasa Indonesia biasanya ditulis 'bau yang menyengat' (aroma yang kuat).

Kosa kata Bahasa Jawa memang sangat kaya ragam. Bahkan, untuk menyebut suatu maksud yang sama, di setiap daerah atau desa sering berbeda-beda. Beberapa kata yang kita bahas diatas hanya yang biasanya digunakan oleh warga Kabupaten Gunungkidul. Nah, tentu di daerahmu masing-masing pasti berbeda-beda. Bukti bahwa kita memiliki perbendaharaan bahasa dan budaya yang kaya dan beragam.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Check Now
Ok, Go it!