Upacara Adat, Bentuk Praktek Hubungan Vertikal Horizontal Masyarakat

Budaya(lainsisi.com)-- Leluhur kita sejatinya sudah merumuskan dan mempraktekkan pemikiran yang sangat arif tentang bagaimana menjaga keseimbangan dalam segala aspek kehidupannya. Kedekatan terhadap alam sebagai ruang hidup erat kaitannya dengan budaya agraris yang menjadi mata pencaharian mereka.
Pertanian dan maritim adalah dua hal awal yang membangun sejarah peradaban manusia setelah fase berburu dan meramu. Manusia memang hidup tergantung pada alam, dan ini sangat dipahami oleh para leluhur. Pada akhirnya, budaya yang lahir dari proses peradaban selalu berada pada ruang lingkup menjaga keseimbangan alam.
Berbagai macam filosofi dari kebudayaan yang melingkupi kepercayaan, tradisi, adat, seni, mata pencaharian, alat, maupun praktik–praktik lain selalu memiliki ciri dan sudut pandang yang luhur. Hakikat kemanusiaan dipahami sebagai tata cara dalam hidup yang mewujud dan berimbang bersama komponen atau unsur pembangun kehidupan yang lain.

Pemikiran-pemikiran leluhur ini, kemudian 'mawujud' (diwujudkan) dalam bentuk praktek-praktek adat dan tradisi sebagai simbol nyata keyakinan mereka. Ragam upacara adat dari ribuan suku manusia di berbagai belahan bumi telah dilakukan secara turun temurun.
Terlepas apa kepercayaan atau agama mereka, ritual ini dimaksudkan sebagai sarana interaksi yang intens dan bersifat religius dengan sebuah kekuatan besar diluar mereka yang dipercaya mempunyai peran mengatur kehidupan manusia dan semesta secara luas.
Khususnya pada masyarakat Jawa, ritual adat warisan leluhur sangat banyak dan beragam. Sebelum agama Islam masuk ke tanah Jawa, leluhur sudah mempraktekkan bentuk-bentuk ritual keagamaan. Akulturasi budaya dan agama yang kemudian terjadi akhirnya menjadi bentuk budaya baru, meski sebetulnya esensinya tetap sama.
Agama dan ritual memang merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, agama sebagai pengetahuan dan keyakinan terhadap sesuatu yang gaib, sedangkan ritual merupakan perwujudan dari sebuah pengetahuan dan keyakinan yang dipraktekkan. Ritual agama diatur dalam bentuk tata cara beribadah. Sementara ritual adat tata caranya dilengkapi syarat atau 'ubarampe' atau sering di sebut 'sesajen' yang bersifat simbolik.
Simbol–simbol atau 'ubarampe' biasanya dalam bentuk makanan yang disajikan dalam ritual 'wilujengan' (selamatan), ruwatan, sedekah bumi, bersih desa/merti desa (rasulan), sedekah labuh, sedekah wiwit, nyadran dan sebagainya.

Segala hal itu merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Upaya pendekatan diri melalui ritual sedekah, kenduri, selametan dan sejenisnya tersebut sesungguhnya adalah bentuk akumulasi budaya yang bersifat abstrak. Hal tersebut terkadang juga dimaksudkan sebagai upaya negosiasi spiritual, sehingga segala hal gaib yang diyakini berada di atas manusia tidak akan menyentuhnya secara negatif.
Upacara adat, juga sering diartikan sebagai ungkapan rasa syukur yang tidak sekedar diucapkan, tapi dipraktekkan. Mereka percaya bahwa esensi rasa syukur yang paling tinggi adalah memberi atau sedekah.
Upacara adat juga mengandung maksud, arti dan tujuan yang berkenaan hubungan manusia dengan alam, leluhur, makhluk lain dan Tuhan. Ritual yang dilakukan secara komunal, juga berfungsi untuk merawat semangat sosial dan nilai-nilai di tengah masyarakat.
Terlepas apa kepercayaan atau agama mereka, ritual ini dimaksudkan sebagai sarana interaksi yang intens dan bersifat religius dengan sebuah kekuatan besar diluar mereka yang dipercaya mempunyai peran mengatur kehidupan manusia dan semesta secara luas.
Khususnya pada masyarakat Jawa, ritual adat warisan leluhur sangat banyak dan beragam. Sebelum agama Islam masuk ke tanah Jawa, leluhur sudah mempraktekkan bentuk-bentuk ritual keagamaan. Akulturasi budaya dan agama yang kemudian terjadi akhirnya menjadi bentuk budaya baru, meski sebetulnya esensinya tetap sama.
Agama dan ritual memang merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, agama sebagai pengetahuan dan keyakinan terhadap sesuatu yang gaib, sedangkan ritual merupakan perwujudan dari sebuah pengetahuan dan keyakinan yang dipraktekkan. Ritual agama diatur dalam bentuk tata cara beribadah. Sementara ritual adat tata caranya dilengkapi syarat atau 'ubarampe' atau sering di sebut 'sesajen' yang bersifat simbolik.
Simbol–simbol atau 'ubarampe' biasanya dalam bentuk makanan yang disajikan dalam ritual 'wilujengan' (selamatan), ruwatan, sedekah bumi, bersih desa/merti desa (rasulan), sedekah labuh, sedekah wiwit, nyadran dan sebagainya.

Segala hal itu merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Upaya pendekatan diri melalui ritual sedekah, kenduri, selametan dan sejenisnya tersebut sesungguhnya adalah bentuk akumulasi budaya yang bersifat abstrak. Hal tersebut terkadang juga dimaksudkan sebagai upaya negosiasi spiritual, sehingga segala hal gaib yang diyakini berada di atas manusia tidak akan menyentuhnya secara negatif.
Upacara adat, juga sering diartikan sebagai ungkapan rasa syukur yang tidak sekedar diucapkan, tapi dipraktekkan. Mereka percaya bahwa esensi rasa syukur yang paling tinggi adalah memberi atau sedekah.
Upacara adat juga mengandung maksud, arti dan tujuan yang berkenaan hubungan manusia dengan alam, leluhur, makhluk lain dan Tuhan. Ritual yang dilakukan secara komunal, juga berfungsi untuk merawat semangat sosial dan nilai-nilai di tengah masyarakat.
"Upacara adat adalah suatu bentuk acara yang dilakukan dengan bersistem, dihadiri oleh masyarakat secara penuh, sehingga dinilai dapat membuat masyarakat merasa ada kebangkitan dalam diri mereka" (Koentjaraningrat,1992).
Akhirnya bisa dikatakan bahwa upacara adat adalah salah satu bentuk dari budaya peradaban manusia. Hasil pemikiran yang dipraktekkan sebagai satu hal yang berfungsi memelihara hubungan vertikal (ketuhanan) dan horizontal (sesama). Upacara adat adalah upaya masyarakat untuk menjaga hubungan baik dengan Tuhan, alam semesta, sesama (masyarakat) dan entitas lain yang menjadi unsur pembangun kehidupan secara universal.
Akhirnya bisa dikatakan bahwa upacara adat adalah salah satu bentuk dari budaya peradaban manusia. Hasil pemikiran yang dipraktekkan sebagai satu hal yang berfungsi memelihara hubungan vertikal (ketuhanan) dan horizontal (sesama). Upacara adat adalah upaya masyarakat untuk menjaga hubungan baik dengan Tuhan, alam semesta, sesama (masyarakat) dan entitas lain yang menjadi unsur pembangun kehidupan secara universal.