Musim Hujan Diperkirakan Mundur
Petani Gunungkidul Diminta Untuk
Tidak 'Ngawu-Awu'
Oleh: Edi Padmo
Kabar(lainsisi.com)-- Beberapa hari terakhir, berbagai wilayah di Indonesia dikabarkan sudah memasuki musim penghujan. Di Wilayah DIY, terutama di Kabupaten Gunungkidul, saat ini para petani sudah mulai mempersiapkan lahan pertanian mereka untuk memulai masa tanam. Bahkan beberapa wilayah Gunungkidul, para petani sudah memulai tradisi tanam 'ngawu awu' (mengolah tanah dan menebar benih dalam kondisi lahan pertanian masih kering).
Namun ternyata, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DIY memperkirakan pengaruh El Nino diprediksi masih akan terus berlanjut. Dampaknya adalah, mundurnya musim penghujan dan curah hujan sedikit di awal musim hujan tahun ini.
Baca juga: Pamsimas Gunungkidul Atasi Persoalan Air
Untuk mengantisipasi kegagalan panen akibat dari curah hujan yang sedikit, BMKG DIY meminta para petani untuk sedikit bersabar dalam menentukan waktu tanam di lahan pertanian mereka.
"Akibat El Nino, curah hujan di awal musim penghujan tahun ini sedikit. Bahkan waktunya juga diperkirakan mundur selama 2 dasarian atau kira-kira 20 hari. Kami meminta kepada para petani untuk lebih mempertimbangkan lagi ketika akan memulai masa tanam," kata Reny Kraningtyas, Kepala BMKG DIY, Kamis (20/10/2023).
Reny menyebut, dinamika atmosfir yang belakangan terjadi adalah angin timuran Munson Australia yang sampai saat ini masih aktif. Hal itu mengindikasikan jika Indonesia masih mengalami musim kemarau, di mana suplai uap air dari wilayah Australia sangat kecil.
"Jadi sifatnya sampai sekarang masih musim kering walaupun di beberapa wilayah mulai turun hujan sedikit-sedikit," imbuhnya lagi.
Baca juga: Fenomena Udan Tekek, dan Penjelasannya Secara Ilmiah
Keadaan iklim saat ini, lanjut Reny, uap air masih berkutat di wilayah Pasifik, sehingga udara di Indonesia lebih hangat dan tekanannya rendah. Hal ini mengakibatkan curah hujan di Indonesia hanya mengandalkan penguapan laut dari wilayahnya sendiri.
"Kami memperkirakan kondisi tersebut bakal terjadi sampai bulan Februari 2024 mendatang di mana Elnino moderat sampai Januari. Namun demikian dampak El Nino sudah mulai turun di bulan Februari 2024. April di atas 0,5 dan El Nino mulai melemah, dan di bulan Mei sudah menuju ke netral,".
"Untuk antisipasi gagal panen karena kurang air, kami juga meminta kepada para petani untuk menunda musim tanam dan mencermati setiap himbauan yang BMKG keluarkan," lanjutnya lagi.
Menyinggung soal budaya tanam petani di wilayah Gunungkidul, yakni 'ngawu-awu', Reny menganjurkan agar hal ini sebaiknya ditunda lebih dulu. Keadaan iklim global pengaruh El Nino, menurutnya mempunyai dampak yang luas, terutama dalam sektor pertanian.
"Untuk mengolah lahan, membeli bibit dan pupuk, mereka (petani) harus mengeluarkan modal yang tidak sedikit. Jika curah hujan belum mendukung, ada potensi tanaman akan gagal, sehingga bisa mengakibatkan kerugian bagi para petani" imbuhnya.
Baca juga: Fenomena El Nino Dalam Petung Jawa
Ilmu leluhur 'pranata mangsa' (kalender musim) yang masih digunakan oleh para petani di desa-desa, menurut Reny saat ini sudah tidak bisa dipakai lagi sebagai rujukan utama dalam memulai masa tanam. Pengaruh perubahan iklim global, sehingga banyak terjadi fenomena anomali cuaca, membuat 'pranata mangsa' sering tidak lagi sesuai dengan kondisi alam terkini.
"Keadaan iklim dan pola cuaca sudah berubah-ubah. Kalau dijadikan rujukan utama, Ilmu 'pranata mangsa' itu sudah tidak bisa lagi. Kalau dijadikan pendamping ndak apa-apa," pungkasnya.