Dilema 'Larang Pakan'
dan Perusakan Pohon Resan
(Oleh: Edi Padmo)
" Upaya konservasi alam sangat sering berbenturan dengan urusan ekonomi masyarakat. Dibutuhkan kesadaran dan langkah serius semua pihak agar ada solusi "
Kabar(lainsisi.com)- Musim kemarau panjang yang melanda tak hanya berimbas pada masalah kekeringan di Gunungkidul. Ketiadaan air menjadi sangat terasa pada lahan-lahan pertanian warga masyarakat yang rata-rata masih tadah hujan. Sawah dan ladang kering kerontang adalah pemandangan biasa. Keadaan ini akhirnya berimbas juga pada ketersediaan Hijauan Makanan Ternak (HMT) untuk hewan ternak para petani.
Ungkapan 'sapi mangan pedhet, sapi mangan wedhus' (sapi makan anaknya, sapi makan kambing) menjadi biasa bagi masyarakat petani di Gunungkidul. Hal ini muncul merespon kenyataan tentang langkanya HMT, sehingga para petani terpaksa menjual 'pedhet' (anak sapi) atau kambing untuk membeli kebutuhan pakan ternaknya.
Fenomena banyaknya depo pakan ternak dadakan di pinggir jalan menjadi hal yang biasa. Tumpukan pakan 'kalanjana' atau 'tebon jagung' yang baru saja turun dari truk, langsung diserbu para pembeli.
"Biasanya datang siang satu truk, kalau pas ramai, tidak sampai sore sudah habis," terang Sukamto, warga Padukuhan Dengok, kalurahan Dengok, Kapanewon Playen, Gunungkidul. Ia adalah salah satu pemilik depo pakan hijauan ternak yang berada di pinggir jalan raya Dengok.
Di musim kemarau, para petani/peternak memang harus merogoh kocek lebih untuk memberi makan ternak-ternaknya. Ini yang akhirnya memicu beberapa tindakan nekad yang bisa merusak kelestarian alam.
Salah satu tindakan yang dilakukan adalah 'nutuhi uwit resan' (memangkas dahan-dahan pohon resan) untuk diambil daunnya sebagai pakan ternak. Pohon resan adalah pohon besar yang berfungsi untuk melindungi sumber air. Dikhawatirkan, jika ini terus terjadi, pohon pelindung akan mati dan pada akhirnya mengancam kelestarian sumber air yang digunakan oleh warga sekitar. Fenomena ini terjadi pada banyak tempat di Gunungkidul. Jenis pohon resan yang dipangkas biasanya jenis beringin dan munggur/trembesi.
Seperti yang terjadi pada Sabtu, 23 September 2023. Pohon resan jenis beringin yang melindungi Sumber Air Kedhung Poh, di Padukuhan Menggoran, Kalurahan Bleberan, Kapanewon Playen, Gunungkidul dipangkas oleh oknum warga untuk diambil daunnya.
"Potongan dahan kayu yang berserakan ada sekitar satu pick up. Dan hal ini terjadi hampir tiap hari," kata Hanis, salah satu anggota Komunitas Resan Gunungkidul.
"Sangat prihatin, hal ini bisa mengancam kehidupan pohon, dan jika pohonnya sampai mati, kelestarian sumber air pasti akan terancam. Padahal sumber air ini digunakan oleh warga dua dusun," lanjut Hanis.
Lurah Kalurahan Bleberan, Bambang Fajarudin juga sangat menyayangkan kejadian ini. Ia langsung merespon dengan mendatangi tempat kejadian dan menemui oknum warga yang memangkas pohon.
"Saya lakukan pendekatan persuasif. Baru saja saya dari rumah oknum warga yang melakukan ini, kami ngobrol dan saya sampaikan edukasi tentang pentingnya menjaga sumber air dengan cara merawat pohon penjaganya," kata Bambang, Sabtu (23/9/2023).
Untuk langkah selanjutnya, Bambang mengatakan bahwa segera pihak kalurahan akan membuat papan tulisan tentang larangan merusak pohon di sumber-sumber air di wilayahnya.
"Dilema memang, warga sekarang kesulitan untuk mendapat pakan ternak. Tapi jika tindakan yang dilakukan dengan merusak pohon penjaga sumber air, maka ke depan, hal ini juga sangat beresiko. Jika sumber air rusak, tentu keadaan akan menjadi lebih sulit. Sumber air ini menjadi tumpuan kebutuhan sehari warga dua dusun, yakni Menggoran satu dan dua," lanjutnya.
Bambang melanjutkan, Edukasi untuk memunculkan kesadaran warga untuk merawat sumber air memang harus terus dilakukan. Jangan sampai untuk kepentingan sesaat, aset utama sumber air akan rusak.
Solusi yang akan ditempuh, lanjutnya, pihak kalurahan lewat kelompok-kelompok tani yang ada di setiap padukuhan, akan menggalakkan pelatihan tentang pengolahan atau pengawetan hijauan pakan ternak dengan teknik Silase. Ini sebagai solusi cadangan pakan ternak di musim kemarau.
Bambang berharap, jika warga mau mempraktekkan ini, kelangkaan HMT di musim kemarau bisa ada solusinya, sehingga tidak ada tindakan merusak yang mengancam kelestarian alam.
"Sumber air adalah aset utama kehidupan warga, dan ini harus terus kita jaga kelestariannya untuk sekarang dan generasi nanti," pungkasnya.