Cuaca(lainsisi.com)-- Fenomena El Nino yang terjadi sejak pertengahan tahun 2023 hingga memasuki tahun 2024 sangat dirasakan dampaknya di Indonesia. Di beberapa wilayah mengalami anomali cuaca, dimana musim hujan mengalami kemunduran dengan curah hujan rendah. Hal ini menyebabkan banyak petani mengalami gagal tanam dan terpaksa harus menyulam (menanam kembali)
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan pengaruh El Nino akan melemah memasuki Bulan Mei 2024.
"El Nino diprediksi akan secara bertahap habis pada periode Mei, Juni, Juli 2024. Secara perlahan fenomena El Nino dapat berjalan ke arah yang netral setelahnya mulai lenyap," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati beberapa waktu lalu
Namun, seiring hilangnya El Nino, Dwikorita menyebut akan muncul fenomena iklim baru yang sering disebut La Nina.
Lalu apakah fenomena La Nina? Dan apa dampaknya bagi iklim khususnya di Indonesia?
La Nina dalam bahasa Spanyol artinya Gadis Kecil atau juga kadang-kadang disebut El Viejo, anti-El Niño, atau sekadar "peristiwa dingin".
Jika El Nino mempunyai sifat iklim kering, maka La Niña sebaliknya. La Nina adalah fenomena iklim yang bersifat basah. Selama peristiwa La Niña, angin pasat bahkan lebih kuat dari biasanya, mendorong lebih banyak air hangat menuju kawasan Asia
"Kami perkirakan, La Nina mulai menguat pada Bulan Juli dan bisa berlangsung sampai September 2024," sebutnya lagi
Karena sifatnya basah, La Nina akan membawa dampak seperti hujan yang lebih sering terjadi di Indonesia. Hal ini meningkatkan resiko banjir, menurunkan suhu udara di siang hari, dan menyebabkan terjadinya badai tropis.
Para ahli dan lembaga klimatologi dunia juga memperkirakan hal yang serupa, yaitu bahwa La Nina akan muncul pada pertengahan tahun 2024.
Melansir keterangan Institute for Climate and Society (IRI) menyatakan bahwa peluang terjadinya La Nina sangat kecil selama musim dingin boreal (Desember-Maret) dan musim semi 2024 (Maret-Juni).
Namun, peluang terbesar La Nina terjadi pada musim panas boreal 2024 (Juni-September), dengan kemungkinan terbesar terjadi pada bulan Juli hingga September 2024.
Baik El Nino maupun La Nina merupakan bagian dari El Nino-Southern Oscillation (ENSO), yang mengacu pada anomali Sea Surface Temperature (SST) di Samudera Pasifik di sepanjang pantai barat Ekuador dan Peru.
"Penting bagi kita untuk memperhatikan perkembangan La Nina ini agar dapat mempersiapkan diri terkait resiko bencana Hidrometeorologi," pungkas Dwikorita