Benang Kusut Persoalan Air di Gunungkidul

LainSisi
0
Mencoba Mengurai Benang Kusut
Persoalan Air di Gunungkidul
Penulis; Edi Padmo

"Masalah air di Gunungkidul, bukan semata karena kelangkaan air, tapi lebih pada sistem manajemen dan tata-kelolanya (Irsyad Martias)"


lainsisi.com-- Kekeringan yang terjadi di musim kemarau adalah siklus yang selalu terulang di Kabupaten Gunungkidul. Pemandangan warga sedang antri menerima bantuan air bersih (droping air) berseliweran di media mainstream maupun sosial. Pemandangan bukit-bukit di wilayah selatan yang didominasi kawasan karst, tampak kering dan tandus. Sawah ladang para petani yang mengandalkan air tadah hujan juga kosong tidak ada tanaman apa-apa.

Dari tahun ke tahun, keadaan seakan tidak berubah. Berbagai upaya telah dilakukan, baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat. Namun masalah air di Gunungkidul seakan tidak ada ujung dan pangkalnya. Menjadi agenda rutin tahunan dan intensitas serta sebaran wilayah kekeringan justru semakin meluas.


Beberapa waktu lalu, saya sempat ngobrol dengan teman, namanya Irsyad Martias. Ia seorang dosen Universitas Brawijaya Malang yang sedang melakukan riset untuk meraih gelar doktor. Sejak Januari 2021, Irsyad memfokuskan penelitiannya tentang aksesibilitas air bagi masyarakat. Selama lebih dari satu tahun Irsyad berkeliling dan mencoba menganalisa problematika air di Gunungkidul. Mulai dari regulasi, proses produksi hingga aksesibilitas warga terhadap pelayanan air.

"Air adalah kebutuhan pokok masyarakat yang bersifat 'primaneed' dan idealnya penyediaan dan pelayanan memang harus ditanggung oleh negara," kata Irsyad

Bicara soal air, menurut Irsyad kita tidak boleh melupakan aturan paling mendasar yaitu tentang filosofi pengelolaan Sumber Daya Alam(SDA) yang tertulis di pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Dimana disebutkan bahwa "Bumi, Air dan segala kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat,".

"Ini yang saya maksud, kebutuhan air adalah kebutuhan 'primaneed' atau tak tergantikan yang pengelolaannya memang oleh negara, namun jangan lupa tujuan utama adalah untuk kemakmuran masyarakat," lanjutnya.

Pengelolaan air ini oleh negara memang sudah dilembagakan di masing masing daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah(BUMD) yang disebut Perusahaan Daerah Air Minum(PDAM). Untuk Gunungkidul sendiri, perusahaan daerah air minum dipegang oleh PDAM Tirta Handayani.

"Pada tataran PDAM, juga banyak sekali kendala yang saya temukan. Misal, infrastruktur air yang mangkrak, besarnya biaya produksi terutama untuk membayar energi listrik yang digunakan. Dan yang lebih penting, PDAM yang notabene sebagai Badan Usaha Milik Daerah dituntut untuk selalu 'profit oriented'. Ini menjadikan beban PDAM Gunungkidul menjadi lebih berat, karena harus berbisnis dengan masyarakat," lanjutnya.


Topografi wilayah Gunungkidul yang tidak rata, menurut Irsyad juga menjadi kendala tersendiri. Secara geografis, Gunungkidul dibagi dalam tiga zona besar. Karakter air setiap zona berbeda. Nah, ketika kita membahas persoalan air di Gunungkidul maka menjadi sangat penting mengetahui siklus hidrologinya. Berdasarkan karakteristik bentang alam yang ada, sumber air bersih di Kabupaten Gunungkidul berasal dari air permukaan dan air bawah tanah.

"Zona Utara, terdapat banyak mata air, sungai permukaan dan sumur dangkal sedangkan sumur dalam relatif sulit ditemukan karena bukan wilayah cekungan air tanah. Zona Ledoksari tengah yang merupakan wilayah cekungan air tanah, tersedia sumur dangkal maupun dalam dan juga sungai di permukaan," terangnya panjang lebar.


Zona Selatan didominasi wilayah bentang alam karst. Ciri morfologi dan topografinya adalah daerah berbukit yang cenderung tandus dan kering, sehingga air permukaan sulit ditemui. Akan tetapi, sesuai sifat batuan karst yang mempunyai responbility tinggi terhadap air, maka di daerah ini banyak terdapat aliran sungai bawah tanah.

"Nah, justru di zona selatan ini banyak terdapat sumber air dengan debit yang sangat besar. Empat reservoir utama yang digunakan PDAM Tirta Handayani ada di Zona Selatan, yakni Bribin, Seropan, Baron dan Renehan," lanjutnya

Kedalaman sumber air bawah tanah dengan debit besar yang ada di wilayah selatan Gunungkidul juga menjadi salah satu kendala PDAM.

 

"Air harus dinaikkan dari kedalaman ratusan meter, kemudian baru bisa ditampung di reservoir utama, baru kemudian diteruskan ke pelanggan. Proses pengangkatan ini butuh energi listrik besar, jadi benar jika biaya produksi PDAM untuk bayar listrik 2 milyar per bulan," terang Irsyad

Disinggung soal maraknya program pemerintah lewat Kementrian PUPR terkait pembangunan infrastruktur air terutama lewat program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas), Irsyad menyebut bahwa program ini sebenarnya sudah sangat ideal. Namun, Irsyad menyayangkan, Pamsimas tidak mendanai program pencarian sumber air.

"Pendek kata, program ini sulit diimplementasikan di wilayah Gunung Sewu wilayah selatan Gunungkidul, karena biaya pencarian air itu mahal. Tapi kalau Pamsimas di sebagian wilayah utara dan tengah (Zona Ledoksari), banyak yang sukses. Untuk wilayah selatan memang perlu ada komunikasi lintas institusi. Terutama pencarian sumber air yang berlokasi di gua-gua," lanjutnya

Pengartian 'berbasis masyarakat' dari Pamsimas, menurut Irsyad juga harus menjadi poin penting dari program ini. Keterlibatan warga dalam swakelola Pamsimas akan sangat menentukan keberlangsungan pengelolaan.

Terlepas dari semua itu, menurut Irsyad, ada satu hal yang lebih penting dari sekedar pembangunan infrastruktur air, yakni perawatan sumber air itu sendiri. Sumber air yang disedot PDAM maupun Pamsimas di Gunungkidul hampir bisa dikatakan semuanya mengekplorasi sumber air bawah tanah.

"Saya ingat obrolan dengan teman-teman Komunitas Resan Gunungkidul yang melakukan aksi dengan kegiatan menanam pohon. Perawatan vegetasi daerah permukaan (tangkapan air hujan) dan kawasan karst akan sangat menentukan lestari tidaknya cadangan ketersediaan air bawah tanah. Semua pihak harus mengupayakan hal ini dengan serius. Jika daerah permukaan rusak, sangat riskan terjadi cadangan air bawah tanah Gunungkidul akan berkurang, bahkan lambat laun akan habis" pungkas Irsyad Martias.



Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Check Now
Ok, Go it!